Molly Sahabatku
A |
ku yang diasingkan, sangat merindukanmu. Kamulah yang menemaniku.. Dikala sedih maupun senang, setia bersamaku, mendampingiku setiap saat. Aku menyesal telah melakukan itu kepadamu.. Meskipun kamu hanya..
Aku memencet bel rumah dengan kasar seraya mengehentak-hentakkan kakiku.
“Ish! Nyebelin banget sih, mereka?! Ugh!!” jeritku dalam hati. “Aih!! Lama banget, sih?! Buka pintu aja susah!” aku mulai mengetuk pintu dengan kasar. Tepatnya menggedor pintu.
“Maa!! Mamaaaa!! Bukain dong, pintunyaaaaaghh!!” aku berteriak kesal. “Bi Ijaaaah!!” sambungku sambil menggedor pintu. Lalu terdengar suara derap kaki yang tergesa-gesa menuju pintu. Aku bersiap-siap menyembur siapa saja yang membuka pintu. Sesaat sebelum pintu terbuka, terdengar suara yang amat ku kenal. Emosiku meluap, aku tersenyum. Pintu kemudian terbuka..
“Maaf, non Rosa. Bibi tadi lagi di dapur, masakannya hampir gosong. Maaf, ya, non.” Jelas Bi Ijah.
“Iyah, gak apa-apa, kok, Bi.” Aku menjawab dengan senyuman. Bi Ijan melongo.
“Molly mana?” tanyaku.
“Tadi Mo lly langsung lari ke kama r waktu bibi buka pintu.”
Aku langsung masuk dan berlari ke kamar. Dengan cepat aku membuka pintu.
“Hai! Molly!” sapaku dengan semangat sambil menyunggingkan senyuman yang lebar.
“Tau nggak, tadi aku hampir marahin Bi Ijah, loh! Soalnya dia buka pintu lamaaa banget.” Jelasku sambil mengedipkan sebelah mataku pada Molly. “Lalu aku denger suara kamu, gak jadi marah, deh.” Kataku seraya memeletkan lidah pada Molly, lalu tersenyum padanya. “Kekesalanku juga aku bawa pulang dari sekolah. Biasaa..” aku menghela napas panjang. Kemudian melempar tasku ke meja belajar. Aku berjalan ke kasur, dan duduk di samping Molly.
“Molly.. Kenapa sih, mereka gak bisa nerima aku? Semenjak aku masuk ke SMP Pelita Harapan Bangsa, semenjak aku meraih prestasi-prestasi yang sebelumnya tak bisa diraih teman-temanku, aku makin dijauhi. Aku dibilang sombong sama mereka. Diejek, dicaci, difitnah..” air mataku menetes.
“Padahal aku nggak gitu. Aku uda coba bersahabat sama mereka.. Aku rindu sama Natasya yang di Pontianak . Di Surabaya nggak enak! Coba papa nggak dapat tugas di sini.” Aku memelankan suaraku.
“Aku pasti gak bakal diginiin sama mereka. Aku nggak perlu kenal sama mereka. Aku lebih suka sama teman-temanku yang di Pontianak . Meskipun mereka sama jahilnya dan suka mengejekku, mereka tak pernah menyakitiku. Terutama Natasya. Aku kangen sama Pontianak .. semuanyaa..” aku kembali terisak. Molly hanya bisa memandangku dengan tatapan sedih. Seakan-akan ia tahu apa yang ku rasakan. Melalui matanya, ia seperti memberi tahu kepadaku: “Tenang, Rosa. Kalian hanya butuh waktu untuk saling menerima. Aku juga kangen, kok, sama Pontianak . Kamu gak perlu sedih. Aku akan selalu menemani kamu. Aku janji.”
Aku membelai Molly. Tiba-tiba HP-ku melantunkan lagu Justin Bieber yang berjudul Eenie Meenie. Ada yang menelepon! Segera ku sambar HP-ku dari atas meja belajar.
Aku hampir menjerit. “Natasya menelepon!” kataku pada Molly.
“Haloo.. Halo?! Natasya?!” aku menjawab dengan semangat.
“Aduh, Ros.. nggak perlu teriak-teriak, kali.”
“Ehh.. Sorry sorry. Aku hanya terlalu bersemangat. Hehe..”
“Apa kabar?” tanyanya.
“Baik, kok. Kamu?”
“Baik, dong! Gimana sekolahnya?”
“Ugh.. Kamu tau lah.. teman-temanku di sana tetap tidak berubah.. Engg.. Kayaknya bukan teman deh..”
“Hh.. Yang sabar, ya, Ros. Kami di sini merindukanmu!”
“Aku jugaaaaaa!! Haha..”
“Kapan kamu balik ke Po nti?”
“Mmm? Mungkin pas liburan panjang. Belum pasti, sih. Tapi aku akan membujuk papa! aku kan gen sama kalian. Terutama kamu. Miss you! Banyak yang mau aku ceritakan.” Aku melirik Molly. Ia sudah terlelap di kasurku.
“Ah! Sama! Aku juga! Rindu banget sama kamu. Jadi ingat waktu kita ke mall bareng yang lain.” Natasya pura-pura menangis.
“Cup cup cup.. Aku tau, kok, kalian ngefans sama aku. Tapi gak usa h segitunya, kale.. haha!” aku tergelak.
“Ugh, Rosa a.. ck.. ck..”
“Hehe.. Ngg.. udah dulu deh, ya? Soalnya aku belum mandi nih. Baru pulang!”
“Ugh.. Pantesan dari tadi bau.”
“Ish.. Bisa aja..”
“Haha.. Iya iya. Mandi dulu, sana ! Aku uda hampir pingsan, nih.” “Biar. Haha.. bye..”
“Bye..”
***
Aku berlari dengan kencang menuju ke kama rku. Menghiraukan teriakan mama yang memanggilku di dekat pintu depan rumah. Aku hanya ingin sendiri sekarang..
Aku melemparkan tubuhku ke ranjang.
“AKU BENCI MEREKA! MEREKA TIDAK BISA MENERIMA KEHADIRANKU! KENAPA?! KENAPA?!!” isakku.. Molly mendekati aku.
“Pergi , Mo lly.. aku ingin sendiri..” ucapku pelan. Aku tidak bisa menerima perlakuan mereka. Mereka menjahiliku dengan keterlaluan. Mereka mengotori seragamku, buku-bukuku..
Molly kembali mendekatiku.
“Molly, aku ingin sendiri!” kataku agak kasar.
Harusnya, mereka memberiku selamat, karena aku telah memenangkan lomba badminton untuk sekolah baruku. Tapi, apa yang mereka lakukan?! Mereka menyakitiku.. aku tidak berharap banyak. Aku hanya mau aku diterima dan dihargai oleh mereka. Hanya itu saja..
Molly kembali mendekat.
“MOLLY! KELUAR! JANGAN GANGGU AKU!” teriakku seraya menendang Molly hingga ia terpental keluar pintu kama r yang tidak ku kunci. Aku ingin sendiri!
Aku kembali terisak..
Beberapa saat kemudian.. aku menden gar suara teriakan mama diiringi suara klakson mobil yang memekakkan telinga..
***
Aku menabur bunga dengan rapi..
“Molly, maaf ya, aku baru sempat mengunjungimu sekarang. Soalnya banyak tugas yang menghambaaat..” kataku.
“Mm.. Teman-teman juga sudah mulai bisa menerimaku..” lanjutku..
Yah.. Dia telah pergi.. Sahabatku telah meninggalkanku. Meskipun ia hanya seekor anjing peliharaanku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar