Akan Ku Raih Cita-Citamu
A |
ku akan menebus semua kesalahanku padamu. Aku akan meraih mimpimu, aku akan terus berusaha. Hingga mimpimu tercapai. Semua ini ku lakukan, demi kamu, sahabatku..
Alysia Suryadi atau yang lebih akrab disapa Alys berdiri mematung di depan sebuah papan pengumuman universitas ternama. Senyum manis mengembang di bibirnya. Rambut panjang ikalnya dimainkan angin. Raut wajah puas tampa k di mukanya.
“Hai, Lys ..” sapa Eka.
“Oh, hai, Ka.” Jawab Alys sambil tersenyum. Eka kemudian meneliti papan pengumuman tersebut.
“Ew.. Kamu jago, Lys . Masuk tuh.”
“Eh, iya. Kamu?” tanya Alys hanya sekedar basa-basi. Sebenarnya ia tahu, bahwa nama Eka tidak terpampang di papang pengumuman.
“Aih.. Aku gagal. Gak ada namaku. Kayaknya harus coba di universitas lain.”
“Oh, berjuang terus, ya!”
“Sip..” kata Eka sambil mengacungi jempol. “Ciee.. Yang mau jadi calon dokter nih. Haha.. Ntar kalo buka praktek, khusus buat aku gratis, yo.”
“Ah, gampang itu. Haha.”
***
“Hai, Sya. Apa kabar? Baik?” tanya Alys.
“Kamu tau? Aku masuk universitasnya, lho! Ini semua kan berkat kamu..”
Alys kembali menerawang.. Saat..
***
11 tahun yang lalu..
“Syaa! Sini sini! Haha! Ayo kejal aku!” teriak Alys sambil berlari dari kejauhan. Natasya, teman Alys sejak masuk TK pun menuruti kemauan anak kecil bern ama Alys yang kini menjadi sahabatnya.
“Alys! Larinya jangan jauh-jauh, dong.. Hh.. Cape ek!”
“Hahaha..” Alys hanya tertawa. Setelah Alys merasakan lelah seperti yang dirasakan sahabatnya, ia pun menghampiri Natasya yang sedang duduk di bawah pohon. Semilir angin yang sejuk memainkan rambut dan rok kedua insan muda ini. Juga membelai daun-daun pohon di taman dengan lembut.
“Sya, kemalin kan kita dibeli tugas sama Bu Elika, apa tugasnya? Aku lupa.” Tanya Alys memecah keheningan.
“Ha? Bu Elika? Bu Erika! E – ri – ka!”
“Ish.. Sya-sya.. Kamu kan tau aku nggak bisa ngomong ‘el’..”
“Haha..” Natasya tergelak. Semburat merah di pipinya muncul karena ia tertawa. “Mm.. Tugas, ya? Disuruh gambar cita-cita kita.”
“Oh? Cita-cita.. Mm.. Cita-cita kamu apa, Sya?”
“Aku? Aku mau jadi dokter.”
“Ha?! Doktel?! Haha!” Natasya hanya diam saat Alys mengetawai apa yang keluar dari mulutnya.
“Kenapa?” tanya Natasya setelah Alys puas tertawa.
“Halusnya aku yang tanya, kenapa kamu mau jadi doktel?”
“Yaah.. Soalnya dokter itu baik. Dokter selalu menolong oran g lain, siapa pun oran g itu. Kemarin aja, aku nemuin burung yang terluka, trus, kamu kenal tetanggaku, kan ? Om Pras.. Dia kan dokter. Burung itu diobatin sama Om Pras dan dirawat.”
“Waaw..” Alys yang masih polos terkagum-kagum akan cerita yang diceritakan sahabatnya. Padahal mereka masih duduk di bangku SD kelas 1.
“Kalau kamu, Lys ? Kamu mau jadi apa?”
“Aku mau jadi pengusaha.. Supaya dapat uang yang banyaaaak, telus, bisa ajak kelualga-kelualgaku pelgi jalan-jalan ke lual negeli. Yang paling penting, bisa beli banyak pelmeeen! Yeeyeeyee!” Alys mengakhiri kata-katanya dengan senyuman puas.
“Perm en terus, ih..” sindir Natasya.
“Bial (biar).. Weeek..”
“Gara-gara permen tuh, kamu gak bisa ngomong ‘er’..”
“Eh? Masa, sih?” tanya Alys dengan muka polos yang membuat semburat merah di pipi Natasya kembali terlihat karena Natasya tertawa.
***
Angin di sore hari membuat rambut Alysia yang dikuncir dua menjadi berantakan. Permen lollipop rasa coklat yang dari tadi ia makan, hampir habis. Sedangkan sahabatnya, Natasya, hanya duduk diam di samping Alys.
“Sya.. Sya.. Kamu mau pelmen nggak? Aku masih ada banyak nih.” Kata Alys sambil mengeluarkan tiga tangkai lollipop dari saku bajunya.
“Ih, enggak ah.. Ntar aku gak bisa ngomong ‘er’.. Haha!”
“Yih! Natasya..” Alys merajuk.
“Hehe..”
Semua kembali sunyi. Natasya memandangi Alys dengan lama. Alys pun sadar ia diperhatikan oleh sepasang mata bulat yang coklat.
“Kenapa, Sya?”
“Eh, enggak. Hehe.. aku cuma merasa, kita bakal terpisah. Jauh. Jauuuh, banget.”
“Ha? Yang benel? Kamu mau kemana?”
“Gak tau..”
“Aih, jangan dong..”
“Aku juga gak mau, Lys . Tapi.. Rasanya..” kata-kata Natasya terhenti saat ia melihat seekor kucing yang berjalan tertatih-tatih. Darah mengalir dari kaki kucing itu. Natasya melihat ke kiri, sebuah sepeda motor melaju kencang. Tanpa ragu, Natasya pun berlari untuk menyelamatkan kucing tersebut. Dengan seketika..
“Natasyaaaaaaaa!!” Alys berteriak dengan kuat. Ia terduduk dan menangis. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya..
***
“Ma.. Mama.. Hiks.. Natasya kemana sih, Ma? Kok dia nggak pernah datang ke rumah kita lagi, Ma? Alys kan gen sama Natasya.. Hikks..”
“Uda dong, sayang. Jangan nangis lagi. Natasya pergi ke tempat yang jauh, nak.”
“Tapi Alys kan gen sama dia.. Dia kemana?”
“Natasya pergi ke..” kata-kata seorang ibu-ibu yang dipanggil ‘Mama’ oleh Alys terhenti. “Suatu saat nanti, kamu pasti bisa ketemu lagi kok, sama Natasya.” Lanjutnya.
“Kapan , Ma?”
“Nan ti..”
“Nan ti itu kapan, Ma?!” Alys kembali menangis..
***
“Sya.. Waktu itu aku bodoh, ya. Nggak ngelarang kamu ke sana . Aku nggak ngelarang kamu untuk nyelamatin kucing itu. Hh..” kata Alys dengan nada melemah.
“Yaah.. Ya udah lah. Itu kan uda lama. Nggak ada yang perlu disesali lagi. Kamu pasti senang deh, di sana . Aku kan gen sama kamu, Sya..
Kalau kamu masih ada, sekarang kamu pasti cantik banget, dan.. Kamu nantinya pasti jadi dokter yang terkenal.” Alys kembali teringat oleh kelulusannya mengikuti tes untuk masuk ke universitas.
“Ini semua baru permulaan, Sya.. Perm ulaan. Tunggu beberapa bulan lagi, aku, pasti akan jadi dokter. Seorang dokter seperti yang kamu inginkan, Sya.” Kata Alys sambil tersenyum.
“Udah dulu, ya, Sya. Uda sore. Aku harus pulang dan menyampaikan kabar gembira ini sama keluargaku. Thanks, Sya.. Makasih buat semuanya.
Oh ya, satu lagi. Kayaknya aku gak bisa sering-sering lagi ke sini. Soalnya, persia pan untuk menjadi seorang dokter itu panjang dan berat. Tapi aku akan meluangkan waktu untuk kamu. Bye, Sya..”
“Ini semua baru permulaan, Sya.. Permulaan. Tunggu beberapa bulan lagi, aku, pasti akan jadi dokter. Seorang dokter seperti yang kamu inginkan, Sya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar